Digital Amanah: Mengurai Bahaya Narasi, Provokasi, dan Adu Domba di Media Sosial bagi Ukhuwah Islamiyah

garpuhnet, Bismillahirrahmanirrahim. Dunia maya,sebuah ruang tanpa batas, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Media sosial, bagai pisau bermata dua, menawarkan kecepatan informasi dan kemudahan silaturahmi, namun sekaligus menyimpan kubangan lumpur fitnah yang dapat merobek-robek tenun indah persaudaraan. Sebagai seorang muslim, setiap jari yang mengetik, setiap mata yang membaca, dan setiap hati yang tergerak untuk membagikan suatu narasi, haruslah disadari bahwa itu semua adalah amanah digital yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Artikel ini mengajak kita bersama untuk mawas diri, mengedukasi hati, dan memfilter konten yang kita konsumsi dan sebar, guna menangkal bahaya narasi di sosial media, ajakan provokatif, serta upaya mengadu domba yang merusak persatuan umat dan nilai ukhuwah.

1. Memahami Dosa Jari: Tanggung Jawab Muslim di Ruang Digital

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Al-Isra ayat 36: "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya."

Ayat ini sangatlah relevan dengan konteks digital saat ini. "Pendengaran dan penglihatan" kita kini adalah apa yang kita scroll di timeline. "Hati nurani" kitalah yang memutuskan untuk like, comment, atau share. Setiap aksi tersebut adalah bentuk "mengikuti" suatu narasi. Jika kita menyebarkan informasi tanpa ilmiah dan tabayyun (klarifikasi), maka kita telah terjatuh pada larangan Allah tersebut.
Rasulullah SAW juga bersabda: "Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu kalimat yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, akan menjerumuskannya ke dalam neraka yang dalamnya tujuh puluh tahun."(HR. Tirmidzi).
"Kalimat" di zaman now adalah status, tweet, story, dan unggahan kita. "Tidak dipikirkan bahayanya" berarti kita gagal melakukan literasi digital dan mencegah disinformasi. Dosa yang diakibatkan bukan hanya dosa personal, tetapi dosa yang bersifat viral, menyebar, dan merusak tali silaturahmi dan keharmonisan sosial.

2. Mengurai Bahaya Narasi di Sosial Media: Bukan Sekedar Informasi, Tapi Senjata Opini

Narasi bukanlah sekadar informasi mentah. Ia adalah cerita yang dibangun dengan sudut pandang, pemilihan kata, dan muatan emosi tertentu untuk membentuk opini publik. Bahaya narasi di sosial media yang utama adalah:

  • Decontextualization (Pencopotan Konteks): Sebuah video atau pernyataan dipotong dan hanya ditampilkan bagian yang bisa memicu kemarahan, sementara konteks lengkapnya disembunyikan. Ini adalah manipulasi persepsi yang halus dan sangat efektif.
  • Emotional Trigger (Pemicu Emosi): Narasi dirancang untuk langsung menyentuh amygdala otak (pusat emosi) ketimbang korteks prefrontal (pusat logika). Kata-kata bernada kebencian, ketakutan, atau fanatisme buta sengaja ditaburkan untuk mematikan nalar kritis.

  • Ekosistem Chamber (Ruang Gema): Algorithm social media cenderung menampilkan konten yang sesuai dengan preferensi dan keyakinan kita sebelumnya. Ini menciptakan filter bubble di mana kita hanya mendengar satu sisi cerita, mengukuhkan prasangka, dan mengisolasi kita dari perspektif lain yang mungkin lebih benar.

Akibatnya, pengguna media sosial tidak lagi menjadi konsumen informasi, tetapi korban dari perang narratif yang ditujukan untuk mengontrol pikiran dan meracuni hati.

3. Melawan Ajakan Provokatif di Sosmed: Api dalam Sekam yang Menghanguskan Ukhuwah

Ajakan provokatif adalah anak kandung dari narasi beracun. Ia adalah langkah aktif untuk mentransformasi kemarahan yang telah dibangun menjadi aksi nyata. Ciri-cirinya seringkali menggunakan kalimat imperatif:

  • "Ayo kita serbu akunnya!"
  • "Boycott produk mereka!"
  • "Mereka itu kaum [label negatif], jangan diajak kompromi!"

Ajakan seperti ini adalah api provokasi yang sangat berbahaya. Ia menyulut konflik horizontal, memecah belah masyarakat berdasarkan suku, agama, atau pandangan politik. Dalam konteks Islam, ini adalah musibah besar karena menghancurkan tauhid al-ummah (kesatuan umat) dan semangat persaudaraan yang Rasulullah SAW perjuangkan.

Allah SWT berfirman: "Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai..."(QS. Ali Imran: 103).
Setiap ajakan provokatif yang memecah belah adalah anti-tesis dari seruan Allah ini. Ia adalah bisikan setan yang ingin melihat anak cucu Adam terus bermusuhan.

4. Bahaya Sosmed dalam Mengadu Domba: Memutus Tali Silaturahmi, Merobek Tenun Persatuan

Adu domba (namimah) adalah dosa besar dalam Islam. Rasulullah SAW sangat tegas mencela perbuatan ini. Dalam dunia digital, adu domba memiliki scale dan dampak yang jauh lebih mengerikan.

  • Speed and Scale (Kecepatan dan Skala): Sebuah fitnah yang dulu menyebar dari mulut ke mulut dalam hitungan hari, kini bisa menjadi trending topic dalam hitungan menit, menjangkau ribuan bahkan jutaan orang.
  • Permanent Record (Rekaman Permanen): Apa yang diunggah di internet akan abadi. Kesalahpahaman yang terjadi hari ini bisa terus diingat dan menghambat proses rekonsiliasi di masa depan.
  • Destroying Trust (Menghancurkan Kepercayaan): Narasi adu domba yang terus diterima lambat laun akan meracuni pikiran, membuat kita sulit percaya bahkan pada saudara seiman sendiri. Trust sosial hancur, digantikan oleh kecurigaan dan prasangka buruk.

Dampak terparahnya adalah perpecahan umat. Umat Islam yang seharusnya kuat seperti sebuah bangunan yang saling mengukuhkan (sebagaimana sabda Rasulullah), justru lemah karena sibuk saling hujat, boikot, dan menuduh berdasarkan informasi yang tidak jelas kebenarannya.

5. Solusi Islami: Strategi Membentengi Diri di Era Informasi yang Kacau

Lalu, bagaimana kita sebagai muslim harus menyikapi ini? Berikut adalah langkah-langkah revolusi mental digital yang berbasis pada ajaran Islam:

1. Tabayyun Digital (Digital Clarification) Ini adalah senjata utama.Allah SWT berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya (tabayyanu), agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu."(QS. Al-Hujurat: 6). Prinsipnya:
· Cek Sumber: Siapa yang mengunggah? Apakah kredibel?
· Cek Keakuratan: Apakah berita itu sudah dilaporkan oleh media yang terpercaya?
· Cek Kelengkapan: Apakah informasinya utuh atau dipotong?

2. Thayyibun Principle (Prinsip Kebaikan) Sebelum memposting,tanyakan pada diri sendiri:
· Apakah ini benar (Haq)?
· Apakah ini bermanfaat (Nafi')?
· Apakah ini perlu (Dlaruri)?
· Apakah cara penyampaiannya baik (Ihsan)? Jika salah satu jawabannya"tidak", lebih baik ditahan.

3. Niat yang Lurus (Ikhlas) Berniatlah bahwa aktivitas di media sosial adalah untukdakwah yang menyatukan, bukan untuk pamer, debat kusir, atau mencari pembenaran. Jadikan tujuan kita untuk memperbaiki, bukan menyudutkan.

4. Mengingat Kematian (Muroqobatul Maut) Bayangkan jika kita meninggal dunia di saat sedang mengetik kata-kata penuh kebencian.Apa yang akan kita jawab di hadapan Allah? Ingatlah bahwa setiap detik yang kita habiskan untuk menyebar kebencian adalah detik yang terbuang untuk berbuat kebajikan.

6. Kembali kepada Fitrah sebagai Penjaga Kalimat Thayyibah

Saudaraku seiman, Media sosial hanyalah sebuah tool.Ia akan menjadi ladang pahala jika kita isi dengan konten edukatif, kalimat thayyibah, dan ajakan kepada kebaikan. Sebaliknya, ia akan menjadi jurang dosa jika kita biarkan hawa nafsu dan kebodohan mengendalikan jari-jari kita.

Mari kita berbenah diri. Mulai dari akun kita sendiri, dari grup WhatsApp keluarga kita sendiri. Stop sebar kebencian, stop sebar prasangka, dan stop jadi corong bagi narasi yang merusak persaudaraan dan persatuan kita.

Mari jadikan media sosial sebagai medan jihad kita yang baru; jihad melawan kebodohan, jihad menyebarkan kedamaian, dan jihad menjaga ukhuwah islamiyah. Karena sesungguhnya, revolusi dimulai dari diri sendiri, dan perubahan bermula dari hati yang terdidik.
Wallahu a'lam bish-shawab.

Tagar yang Direkomendasikan: #DigitalAmanah #StopSebarHoax #JagaUkhuwah #TabayyunDigital #BahayaProvokasi #LawanAduDomba #FilterSebelumShare #ThayyibunPrinciple